ACARA MENYAMBUT HARI RAYA IDUL ADHA di BARENG RAYA MALANG
Tujuh
hari sebelum hari raya Idul Adha masyarakat di daerah Bareng mengadakan kerja
bakti, kerja bakti ini di lakukan sebagai persiapan menyambut hari raya Idul
Adha, antara lain kegiatan kerja bakti ialah membuat tempat sementara untuk
hewan kurban yang masih hidup, menggali tanah untuk membuang isi perut hewan
kurban, menentukan tempat untuk penjagalan dan penimbangan. Sedangkan para
remas (remaja Masjid) mendata siapa saja yang akan mendapat jatah daging kurban
tersebut dan menyiapkan acara-acara apa saja yang akan di lakukan di masjid,
contohnya lomba adzan, tartil Al-Qur’an, sembako murah, sandang layak pakai
dengan harga miring, buku bacaan murah dan lomba takbiran yang akan di laksanakan
satu hari sebelum hari raya Idul Adha.
Satu
hari sebelum hari raya Idul Adha di lakukan kegiatan-kegiatan yang di buat oleh
remas (remaja masjid) yang di ikuti oleh anak-anak SD, yang paling ramai dan
meriah adalah tempat di jualnya sembako murah dan pentas takbiran yang
menampilkan ke kreatifitasan anak-anak SD dalam melakukan takbiran, pada
penutupan kegiatan dilakukan dengan takbiran berkeliling ke wilayah sekitar,
sebagian remas juga menyiapkan acara pemotongan untuk esok harinya.
Pada hari raya Idul Adha, kaum muslimin
selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk
menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari
kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun
ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut
untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati
dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup
dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun
dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan
digantikan seekor domba.
Pada hari raya
Idul Adha kegiatan di awali dengan solat ied di masjid yang terletak paaling
dekat dengan masyaarakat, kegiatan solat ied ini di lakukan dengan khusyuk dan
di lanjutkan dengan khutbah ied.
Ini adalah ringkasan kutbah solat ied yang di lakukan di
sana:
Idul Adha dan peristiwa kurban yang
setiap tahun dirayakan umat muslim di dunia seharusnya tak lagi dimaknai
sebatas proses ritual, tetapi juga diletakkan dalam konteks peneguhan
nilai-nilai kemanusiaan dan spirit keadilan, sebagaimana pesan tekstual utama
agama.
Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan. Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta. Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda. Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah suatu media, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk menumbuhkan sikap kepekaaan sosial itu. Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki. Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan perintah kebenaran.
Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan. Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta. Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda. Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah suatu media, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk menumbuhkan sikap kepekaaan sosial itu. Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki. Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan perintah kebenaran.
Ismail
adalah simbolisasi dari kelemahan manusia sebagai makhluk yang daif, gila
hormat, haus pangkat, lapar kedudukan, dan nafsu berkuasa. Semua sifat daif itu
harus disembelih atau dikorbankan. Pengorbanan nyawa manusia dan harkat
kemanusiaannya jelas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama mana pun.
Untuk itu, Ibrahim tampil menegakkan martabat kemanusiaan sebagai dasar bagi
agama tauhid, yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad dalam ajaran Islam.
Ali Syari’ati mengatakan Tuhan Ibrahim itu bukan Tuhan yang haus darah manusia,
berbeda dengan tradisi masyarakat Arab saat itu, yang siap mengorbankan manusia
sebagai “sesaji” para dewa. Ritual kurban dalam Islam dapat dibaca sebagai
pesan untuk memutus tradisi membunuh manusia demi “sesaji” Tuhan. Manusia, apa
pun dalihnya, tidak dibenarkan dibunuh atau dikorbankan sekalipun dengan klaim
kepentingan Tuhan. Lebih dari itu, pesan Iduladha (Kurban) juga ingin
menegaskan dua hal penting yang terkandung dalam dimensi hidup manusia (hablun
minannas). Pertama, semangat ketauhidan, keesaan Tuhan yang tidak lagi
mendiskriminasi ras, suku atau keyakinan manusia satu dengan manusia lainnya.
Di dalam nilai ketauhidan itu, terkandung pesan pembebasan manusia dari
penindasan manusia lainnya atas nama apa pun. Kedua, Idul Adha juga dapat
diletakkan dalam konteks penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti sikap adil,
toleran, dan saling mengasihi tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di
luar pesan profetis agama itu sendiri. Masalahnya, spirit kemanusiaan yang
seharusnya menjadi tujuan utama Islam, dalam banyak kasus tereduksi oleh
ritualisme ibadah-mahdah. Seakan-akan agama hanya media bagi individu untuk
berkomunikasi dengan Tuhannya, yang lepas dari kewajiban sosial-kemanusiaan.
Keberagamaan yang terlalu teosentris dan sangat personal itu, pada akhirnya
terbukti melahirkan berbagai problem sosial dan patologi kemanusiaan.
Sesaat
sesudah solat Ied masyarakat bersiap-siap untuk penyembelihan hewan kurban yang
di lakukan di lapangan depan masjid, hewan kurbannya terdiri dari 17 ekor
kambing dan 5 ekor sapi. Para panitia kurban idul adha di damping oleh beberapa
dokter hewan ketika akan menyembelih hewan kurban untuk mengetahui apakah hewan
kurban itu berpenyakitan atau tidak.
Ketika
penyembelihan di mulai banyak anak-anak yang ikut melihat dikarenakan penasaran
tentang proses penyembelihan , masyarakat pun
bergotong-royong memotong daging dan tulang menjadi kecil-kecil dan para
ibu-ibu bertugas menimbang daging yang sudah di potong-potong menjadi kecil.
Pemotongan
berjalan cukup lama dikarenakan kekurangan tukang jagal yang datang, dan pada
jam sebelas siang kegiatan untuk sementara di hentikan karena mempersiapkan
untuk solat Jum’at, di karenakan tempat penimbangan berada di dalam masjid para
remas dan masyarakat membersihkan masjid terlebih dahulu supaya pada waktu
solat Jum’at masjid sudah bersih.
selesai solat jum’at kegiatan pun dilanjutkan kembali dan pemotongan hewan kurban pun selesai di laksanakan, ketika jam tiga sore pemotongan belum selesai akhirnya remas meminta bantuan kepada remaja masjid di masjid lain yang dekat dengan wilayahnya, jam empat pembungkusan dan penimbangan daging kurban telah selesai di kerjakan dan pembagian daging kurban pun bisa dilaksanakan.
selesai solat jum’at kegiatan pun dilanjutkan kembali dan pemotongan hewan kurban pun selesai di laksanakan, ketika jam tiga sore pemotongan belum selesai akhirnya remas meminta bantuan kepada remaja masjid di masjid lain yang dekat dengan wilayahnya, jam empat pembungkusan dan penimbangan daging kurban telah selesai di kerjakan dan pembagian daging kurban pun bisa dilaksanakan.
Cara
pengambilan dilakukan dengan menukarkan kupon yang telah di bagikan oleh remas
sehari sebelum hari raya Idul Adha. Pengambilan daging berjalan cukup tertib, dikarenakan
masyarakat punya kesadaran yang tinggi umtuk berlaku tertib.
Pembagian
sudah selesai tetapi daging hewan kurban masih tersisa banyak oleh karena itu
sisa daging hewan kurban di berikan ke daerah lain,di berikan ke tukang becak
dan di berikan ke panti asuhan terdekat kegiatan ini di lanjutkan di rumah
ketua takmir masjid remas putri yang tidak membantu mendistribusikan daging
bertugas untuk memasak makanan untuk makan orang-orang yang ikut membantu melancarkan
kegiatan pemtongan hewan kurban.Tidak terasa Adzan maghrib sudah berkumandang
kegiatan hari raya Idul Adha pun selesai dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan
di atas misal nya Takbiran untuk menyambut idul Adha, pembagian kegiatan untuk
remas laki-laki dan perempuan dan lain-lain dapat menjadi sebuah tradisi yang
baik yang harus dikembangkan.
ACARA MENYAMBUT HARI RAYA IDUL ADHA di BARENG RAYA MALANG
Reviewed by bigger
on
April 02, 2014
Rating: 5